Copyright © Mindsphere
Design by Dzignine
21 January 2013

Jangan Debat Soal Saya Lagi! :) hahaha

Seseorang berkata kepada saya:

"Kar, kamu tuh mirip banget sama Reza Rahardian deh, ituu pemeran Habibie di Film Habibie dan Ainun."

Seorang lainnya menyanggah:

"Bukan! Ga mirip kalo sama Reza Rahardian. Reza Rahardian kulitnya agak coklat, kalo Fikar putih. Fikar lebih mirip sama Restu di Tukang Bubur Naik Haji."

Saya terpana mendengar perbincangan mereka. Agak weird juga. Karena ga ada angin ga ada hujan, tiba-tiba mereka ngomong seperti itu. Hahaha...

Dalam hati saya hanya bisa bilang kepada diri saya:

"Mereka gatau, udah tau saya lebih mirip sama Vino G. Bastian ketimbang Reza Rahardian atau Restu di Tukang Bubur Naik Haji"

Hehe. :)
Read More..
12 January 2013

Ibarat Pelangi


"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di sisi Allah" (Q.S Al-Hujurat [49]: 13)
                Berbagai macam perbedaan baik suku, bangsa, jenis kelamin, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, serta agama merupakan hal yang fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Allah SWT. Tujuannya tak lain agar kita dapat saling mengenal satu sama lain. Bayangkan saja, jika seluruh manusia di dunia ini satu suku atau bangsa, tentu akan sulit membedakannya, dan sulit bagi kita untuk saling mengenal. Tidak akan kita temui pertanyaan "Kamu berasal dari suku mana?" atau pernyataan "Saya dari suku padang", "Saya sunda", "Saya jawa", dll. Tak akan pula kita temui omda-omda di kampus tercinta ini. Dan itu akan menyulitkan ketika kita berkenalan dengan seseorang, sebut saja Rudi misalnya, tapi kita tidak mengetahui asalnya. Lalu terdengar kabar bahwa Rudi kecelakaan, maka sulit bagi kita untuk membedakan: "ini Rudi yang kenalan sama saya atau bukan ya? Nama Rudi kan banyak, jangan-jangan Rudi Tabuti lagi" hehe...
                Akan tetapi, yang perlu dipahami adalah bahwa perbedaan-perbedaan itu bukanlah sebagai ajang untuk menunjukkan siapa yang paling baik dan siapa yang paling buruk. Karenanya, Islam mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bertoleransi dan menghargai perbedaan-perbedaan itu. Bahkan Islam melarang ashobiyah (fanatisme terhadap golongan dan suku, atau lebih mementingkan nasionalisme daripada persaudaraan Islam sehingga memecah belah umat Islam) dan mengecam betul terhadap ashobiyah.
“Bukan dari golongan kami (tidak termasuk umat Islam) orang yang menyeru kepada ashabiyah (nasionalisme)…".(HR. Abu Dawud)
                Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Dan orang yang bertakwa mengerti betul bahwa Allah memerintahkannya untuk bertoleransi.
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." (Q.S Al-Maidah [5]: 8)    
                Toleransi beragama ada dua macam, yakni toleransi inter umat beragama dan toleransi antar umat beragama. Toleransi inter umat beragama adalah toleransi antar pemeluk agama yang sama, sedangkan toleransi antar umat beragama adalah toleransi antar pemeluk agama yang berbeda. Khususnya dalam toleransi antar umat beragama, Islam telah memberikan batasan-batasan yang tidak boleh diabaikan oleh umatnya. Islam melarang umatnya untuk meniru budaya agama lain atau ikut berpartisipasi dalam ibadah atau perayaan hari besar agama lain.
Rasulullah Saw. Bersabda:
“barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Dawud, Ahmad dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Toleransi juga tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melakukan suatu ibadah. Misalnya di sekitar kita banyak terdapat pemeluk agama lain, lantas kita merasa sungkan untuk membaca Al quran. Ini adalah tindakan yang keliru. Yang tidak dibolehkan adalah memaksakan umat lain untuk ikut beribadah menurut ajaran Islam, apalagi memaksakan untuk masuk ke dalam agama Islam. Tugas kita hanyalah menyampaikan kebenaran Islam. Perkara diterima atau tidak, kita tidak akan ditanyakan oleh Allah ketika hari penghisaban nanti. Itu menjadi pertanggungjawaban si pendengar.
"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut (apapun yang disembah selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (Q.S Al-Baqarah [2]: 256)
                Sobatku sesama muslim, jelaslah sudah bahwa Allah menyuruh kita untuk berlaku adil dan bertoleransi kepada siapapun. Karena adil lebih dekat kepada takwa. Dan orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Namun penting untuk diketahui: bertoleransi harus sesuai dengan aturan Islam. Jangan sampai kita menggadaikan aqidah kita dengan alasan toleransi. Toleransi juga tidak bisa menghentikan kita dalam beribadah kepada Allah SWT. Karena beribadah kepada Allah itu wajib hukumnya. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, karenanya Islam mengajarkan toleransi. Jadikanlah toleransi untuk membuat kedamaian di kampus kita, tanpa keluar dari yang diajarkan oleh Islam. Bukankah pelangi itu indah kawan? Aku merah, kamu biru, dia hijau, meski berbeda, namun jika hidup rukun bersama tentu lebih indah :). Wallahu 'alam bi shawab

nb: Artikel ini adalah penjelasan dari artikel sebelumnya Penulis menyampaikan maaf karena terdapat kesalahan dari artikel sebelumnya disebabkan kurangnya referensi dan memuat beberapa kalimat  yang bernada  provokatif.
Read More..