Rabu, 10 Oktober 2012.
Pukul enam sore lewat
sepuluh menit, hujan membuat teduh fikiranku. Sambil memperhatikan bagaimana
rintik hujan membasahi jalanan sekitar Babakan Raya, fikiranku menjelajah
tinggi ke awan. Terbayang lagi memori tadi pagi, dimana pertama kali mulutku
mengeluarkan kata-kata indah di depan tembok bertuliskan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Tempat bersejarah bagi pertanian Indonesia itu
menjadi saksi, bagaimana aku beserta mahasiswa TPB IPB lainnya, yang
notabene-nya adalah mahasiswa baru yang awam, yang masih belum berani memberi
kontribusi untuk ummat karna alasan "masih cupu", kini dengan
semangat yang berkobar, orasi di depan mahasiswa senior dan para pengguna jalan
di depan Faperta tentang penghinaan kaum kafir terhadap Rasulullah SAW. Aku dan
mahasiswa baru TPB IPB melucuti kegelisahannya selama ini, terhadap penghinaan
kaum kafir terhadap Nabi yang dilakukan tidak hanya sekali.
Dengan almamater yang
menunjukkan bahwa aku mahasiswa IPB, dengan lantang aku tunjukkan bahwa
kesadaran untuk membela martabat Nabi SAW adalah suatu kewajiban. Hukuman dan
sanksi bagi yang menghinanya adalah hukuman mati. Aku sungguh malu kepada para
sahabat, jika di surga nanti aku bertemu dengan mereka dan mereka menanyakan
mengapa aku diam saja ketika Nabi Muhammad SAW dihina. Karena aku yakin para
sahabat, terlebih Umar Ibn Khattab, akan siap sedia menghunuskan pedangnya bagi
siapa saja yang menghina Rasulullah. Bahkan aku pasti akan lebih malu lagi,
jika di yaumul hisab nanti, Allah meminta pertanggungjawabanku mengapa aku diam
saja ketika Rasulullah dihina. Padahal Allah beserta malaikat-Nya senantiasa
bershalawat atas Nabi. Maka, agar aku tidak merasa malu kepada Allah dan para
sahabat, aku bergerak untuk setidaknya menyadarkan mahasiswa dan warga IPB,
bahwa tindakan seorang muslim terhadap penghinaan kepada Rasulullah adalah
membelanya, bahkan menghukum mati orang yang menghinanya. Analoginya, jika
orang tua kita diludahi oleh seseorang, maka apakah kita akan diam saja? Tentu
tidak, kita akan pukul orang yang meludahi orang tua kita, sampai dia meminta
maaf dan jera. Apalagi kasusnya terhadap orang yang menghina Nabi. Jika kita
diam saja, sungguh betapa lemahnya iman kita. Dan tidak ada surga bagi orang
yang lemah imannya.
Alhamdulillah, dengan
pertolongan dan kasih sayang Allah, aksi yang kulakukan bersama mahasiswa TPB
IPB yang lain berjalan sangat lancar. Tidak ada pengguna jalan yang merasa
terganggu karena adanya aksi ini. Karena kami sadar betul, menyampaikan
ekspresi benci tidak perlu dengan aksi dengan bakar ban, atau merusak fasilitas
lainnya. Karena dakwah yang kami lakukan ini dengan pemikiran, bukan anarkis.
Tapi aku sesungguhnya
masih belum puas. Setelah berorasi, aku sadar betul betapa lama aku tertidur
selama ini. Ada sesuatu yang masih mengganjal di hatiku, yang masih belum
tersampaikan ketika orasi. Ada sesuatu yang aneh dariku, yang membuatku tidak
selepas biasanya. Maka dari itu, ini bukanlah menjadi orasiku yang terakhir.
Aku berjanji akan terus berkontribusi dalam membela islam dan kepentingan
ummat. Semoga Allah mengistiqomahkan aku, dan seluruh teman-temanku. Karena
hanya Dia-lah, Zat Yang Maha Tinggi, Yang Maha Membolak-balikkan hati.